Cukup sudah kritik kepada Howard Webb. Dia sudah terbebani oleh proteksi FIFA dan tekanan atmosfir Piala Dunia yang begitu tinggi.
Kepemimpinan Webb pada Final Piala Dunia 2010 memang terus dipergunjingkan. Tapi sikap penggila bola yang kerap menyudutkan wasit saat pihaknya dikalahkan tentu tidak bisa ditolerir. Diluar masalah profesionalisme, harus diakui bahwa wasit juga manusia dan punya keterbatasan. Pendapat ini diakui oleh Gelandang Belanda Nigel De Jong. Menurut dia, korps pengadil termasuk Webb, di event sebesar Piala Dunia sudah banyak terbebani dan sulit fokus. Apalagi Jong menganalisa, wasit tidak bisa leluasa karena terlalu dikekang FIFA.
“Sekarang, tekanan kepada wasit begitu besar. Ada sangat banyak peraturan dari FIFA untuk mengatur apa yang seharusnya dilakukan wasit. Akan lebih mudah bila mereka berkonsentrasi kepada peraturan dasar (sepak bola) dan perwasitan,” ujar De Jong.
Sebelum final antara Belanda dan Spanyol digelar, FIFA memang mewanti-wanti Howard Webb untuk mengambil keputusan dengan bijaksana dan tegas. Pesan itu merupakan tekanan karena pada dasarnya Webb pasti sudah memahami pekerjaannya.
Belakangan, pesan FIFA terbukti tak membantu pekerjaan Webb. Dia tetap mengambil sejumlah keputusan kontroverial dan mendapat kecaman.
“Ini terjadi karena meski mengetahui pekerjaannya, Webb manusia yang tak selalu berada dalam kondisi 100 persen atau berada di posisi yang membuatnya bisa selalu melihat peristiwa secara jelas,” imbuh De Jong.
De Jong menjelaskan, banyaknya peraturan untuk wasit seakan menjadi legitimasi bagi pemain menanggalkan sportivitas dan nilai moral lainnya dan fokus hanya pada usaha mengejar kemenangan karena merasa semua tanggung jawab akan proses dan kualitas permainan berada di tangan wasit. Menurutnya, semua orang yang ada di lapangan tahu status dan peran mereka masing-masing dan dengan begitu FIFA tak perlu lagi menambahinya.
“Mungkin aku sedikit kuno, tetapi ketika Anda melihat bagaimana sepak bola zaman dulu, ada banyak pelanggaran buruk dan tak seorangpun meniup peluit.
(Pelanggaran) adalah bagian permainan. Sekarang, FIFA muncul dengan peraturan-peraturan itu dan permainan tak lagi menarik bagi pemain. Biarkan sepak bola tetap menjadi sepak bola,” paparnya.
Menyikapi kritik yang dialamatkan kepadanya, Webb tidak mau berkomentar banyak. Wasit yang dulunya seorang Polisi itu hanya menjelaskan, laga yang berlangsung hingga 120 menit itu merupakan saat-saat tersulit sepanjang karirnya.
“Minggu malam (waktu Afrika Selatan) merupakan dua jam tersulit sepanjang karir saya,” cetus Webb dilansir oleh Daily Mail.
“Saya benar-benar lelah, secara fisik maupun emosional. Untungnya, FIFA begitu mendukung saya. Bukan hanya mengenai laga final, tapi performa keseluruhan kami (bersama asisten wasit Mike Mullarkey & Darren Cann - red) selama turnamen,” imbuhnya.
Webb tercatat mengeluarkan 9 kartu kuning kepada skuad Bert van Marwijk dan 5 kepada Iker Casillas Cs. Wasit 39 tahun juga mengusir John Heitinga setelah menerima kartu kuning kedua akibat pelanggaran terhadap Andres Iniesta. Pasukan Oranje mengkritik kepemimpinan Webb dan menuduhnya terlalu berpihak kepada Spanyol. Tanda tanya pun diarahkan kepada Webb yang tidak mengeluarkan kartu merah kepada Nigel De Jong atas tendangan kung fu nya ke dada Xabi Alonso.
Sepp Blatter Kutuk Teror Bom Uganda
Presiden FIFA Sepp Blatter mengutuk pemboman di Uganda yang menewaskan 70 orang yang sedang menonton pertandingan final Piala Dunia. Blatter juga bermimpi agar sepak bola menjadi suatu kekuatan untuk kebaikan di seluruh dunia.
“Anda tidak dapat menghentikan serangan, kejahatan dunia, bahkan pada saat kita berpikir bahwa selama Piala Dunia, dunia mestinya telah berhenti dari kekisruhan berlatar emosi,” kata orang nomor satu badan sepak bola dunia itu, kemarin.
Pemerintah Uganda menyalahkan kaum Islamis Somalia atas dua serangan di Kampala yang membunuh para penggemar sepak bola yang sedang nonton pertandingan final Piala Dunia Minggu malam. Dalam pertandingan tersebut Spanyol mengalahkan Belanda 1-0 di perpanjangan waktu.
Atas pertanyaan apakah serangan itu merusak kebahagiaan Afrika atas keberhasilan turnamen tersebut, Blatter mengatakan, “Saya sangat sedih dan saya benar, benar sangat tersentuh saat pagi ini saya mendengar tentang berita ini.”
Tetapi ia menambahkan, “Dapatkah Anda mengaitkannya dengan Piala Dunia saya tidak tahu. Secara alami itu adalah suatu momen ketika Piala Dunia ditayangkan di televisi, tetapi apakah ini sesuatu yang ada kaitannya dengan sepak bola atau tidak? Ini bukan urusan kami untuk menyelidikinya.”
Blatter menegaskan, tindak kekerasan tidak bisa menjadi tanggung jawab lembaga internasional apapun. “Kami hanya dapat menantikan gerakan sepak bola yang baik dapat dihasilkan di dunia kami,” pungkasnya.
Marah Tapi Nggak Depresi
DIEGO MARADONA/IST |
Namun, dokter pribadi Diego Maradona membantah segala pemberitaan yang menyebutkan pelatih Argentina tersebut mengalami depresi, dan kembali menggunakan obat terlarang setelah gagal membawa Albiceleste meraih juara di Piala Dunia 2010.
Dr Alfreo Cahe dalam wawancara radio yang dilansir AP mengatakan, saat ini Maradona baik-baik saja meski masih agak terpukul karena hasil buruk yang didapat di Afsel. Saat ini pemain yang terkenal dengan gol Tangan Tuhan tersebut sedang mempertimbangkan untuk meneruskan jabatannya sebagai arsitek Argentina atau tidak.
“Dia sedang terpukul, itu wajar. Tapi dia tidak terlalu depresi. Tak seperti yang disebutkan mereka (media), bahwa dia kembali ke penyakit lamanya. Sebuah berita yang konyol,” tegas Cahe.
“Seperti dia (Maradona) bilang, itu adalah pertandingan yang aneh. Saya awalnya berpikir akan melihat dia dalam kondisi terburuk, ternyata tidak. Saya melihat dia termenung. Dia tidak menyesali kekalahan itu, tapi marah karena kemenangan tak berpihak kepada dirinya,” ungkap Cahe.
Sejak pulang dari Afrika Selatan, Maradona memang belum menampakkan diri lagi ke publik. Maradona mengatakan dirinya mungkin akan mundur dari kursi kepelatihan. Namun, Cahe mengaku tidak mengetahui apa pun tentang rencana Maradona.
AFA (Federasi Sepakbola Argentina) sendiri telah menyatakan, keputusan untuk tetap menjadi pelatih atau mundur sepenuhnya berada di tangan Maradona. Ia masih memiliki kontrak hingga 2011 di mana Argentina menjadi tuan rumah Copa America.
Soal masalah ini, Cahe mengaku tidak mengetahui apapun soal rencana Maradona kedepannya. “Diego sudah memberikan kami kesenangan. Dia sedang berpikir tentang masa depannya di sepakbola,” pungkas Cahe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar